Monkay kung fuu

Cute Rocking Baby Monkey

Rabu, 12 November 2014

UTS


Nama         : Agus Winasis
NIM           : 2012210004
M. Kuliah  : Reformasi Administrasi & Governance
Prodi          : Ilmu Administrasi Negara

 Reformasi Administrasi sekarang  ini semakin banyak menjadi pembicaraan dan sorotan publik. Secara empiris, gejala ini disebabkan oleh perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya globalisasi,  memaksa semua pihak utamanya birokrasi pemerintah untuk melakukan revisi perbaikan dan mencari alternatif baru tentang sisitem administrasi negara yang cocok dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman dengan tujuan terciptannya good government dan good governance. Reformasi administrasi membutuhkan peran pemimpin yang berkompeten dalam semua bidang karena ini merupakan condition sine Qua-non bagi seorang yang profesional disamping itu dengan adanya status quo ini memungkikkan sebagai penghambat reformasi. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan khususnya di indonesia ada sudut pandang dalam menganalisa penyebab timbulnya reformasi administrasi dimana birokrasi pemerintah dianggap sering menunjukkan gejala yang kurang menyenangkan. Bahkan hampir selalu birokrasi pemerintah bertindak canggung, kurang terorganisir dan buruk koordinasinya, menyeleweng, otokratik, bahkan sering bertindak korupsi. Para aparatnya kurang dapat menyesuaikan diri dengan moderenisasi orientasi pembangunan serta perilakunya kurang inovatif dan tidak dinamis. Dalam keadaan semacam ini, pemerintah biasanya mendominasi seluruh organ politik dan menjauhkan diri dari masyarakat.
            Reformasi administrasi menurut Lee dan Samonte (Nasucha, 2004) merupakan perubahan atau inovasi secara sengaja dibuat dan diterapkan untuk menjadikan sistem administrasi tersebut sebagai suatu agen perubahan sosial yang lebih efektif dan sebagai suatu instrumen yang dapat lebih menjamin adanya persamaan politik, keadaan sosial dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Khan (Guzman et.al., 1992), reformasi administrasi adalah usaha-usaha yang memacu atau membawa perubahan besar dalam sistem birokrasi negara yang dimaksudkan untuk mentransformasikan praktik, perilaku, dan struktur yang telah ada sebelumnya. Caiden (1969) menyatakan reformasi administrasi sebagai the artificial inducement of administrative transformation against resistance, dimana dapat diartikan bahwa reformasi administrasi merupakan keinginan atau dorongan yang dibuat agar terjadi perubahan atau transformasi di bidang administrasi.
           Reformasi administrasi harus bertujuan untuk membawa administrasi dalam suatu negara selain memberikan jaminan hukum bagi para pegawai dalam pelaksanaan tugasnya, juga memberikan tingkat kepastian hukum dan kecepatan pelayanan yang maksimal, menimbulkan biaya yang minimal kepada para wajib pajak, dan pada saat yang bersamaan meminimalkan ketidaknyamanan dan formalitas terhadap publik. Plowden (Guzman, 1992) menyatakan bahwa reformasi administrasi adalah meningkatkan dan membuat administrasi menjadi lebih profesional.
Jadi dapat disimpulkan bahwa reformasi administrasi adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mengubah:
1.     Struktur dan prosedur birokrasi
2. Sikap dan perilaku birokrat, guna meningkatkan efektivitas organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional.
          Dari berbagai definisi reformasi administasi tersebut, dapat ditarik beberapa poin penting antara lain: reformasi administrasi disinonimkan dengan perubahan (change), memiliki hubungan yang sangat erat dengan inovasi (innovation), agar reformasi administrasi ini dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan perubahan secara sistemik dan bersifat luas, faktor utama dilakukannya reformasi administrasi adalah cepatnya perubahan lingkungan sistem administrasi, dan tujuan dari reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Berdasarkan beberapa pengertian reformasi administrasi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa reformasi administrasi merupakan suatu upaya perbaikan yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus di segala aspek administrasi yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja administrasi.
            Mosher (Leemans) berpendapat bahwa tujuan dari reformasi administrasi adalah merubah kebijakan dan program, meningkatkan efektivitas administrasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan melakukan antisipasi terhadap kritikan dan ancaman dari luar. Menurut Caiden (1969), tugas dari para pelaku reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan kinerja administrasi bagi individual, kelompok, dan institusi dan memberikan masukan tentang cara-cara yang dapat ditempuh untuk dapat mencapai tujuan dengan lebih efektif, ekonomis dan lebih cepat. Dror (Zauhar, 2002) berpendapat bahwa reformasi pada hakekatnya merupakan usaha yang berorientasi pada tujuan yang bersifat multidimensional.
            Terdapat 6 (enam) tujuan reformasi yang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, tiga tujuan reformasi bersifat intra-administrasi yang ditujukan untuk menyempurnakan administrasi internal dan tiga tujuan reformasi lainnya berkenaan dengan peran masyarakat di dalam sistem administrasi.
Tujuan internal reformasi administrasi yang dimaksud meliputi:
1.   Efisiensi administrasi, dalam arti penghematan uang, yang dapat dicapai melalui penyederhanaan formulir, perubahan prosedur, penghilangan duplikasi dan kegiatan organisasi metode yang lain.
2.    Penghapusan kelemahan atau penyakit administrasi seperti korupsi, pilih kasih dan sistem teman dalam sistem politik dan lain-lain.
3.  Pengenalan dan penggalakan sistem merit, pemakaian PPBS, pemrosesan data melalui sistem informasi yang otomatis, peningkatan penggunaan pengetahuan ilmiah dan lain-lain.
Sedangkan tiga tujuan lain yang berkaitan dengan masyarakat adalah:
1.     Menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya keluhan masyarakat.
2.     Mengubah pembagian pekerjaan antara sistem administrasi dan sistem politik, seperti misalnya meningkatkan otonomi profesional dari sistem administrasi dan meningkatkan pengaruhnya pada suatu kebijaksanaan.
3.     Mengubah hubungan antara sistem administrasi dan penduduk, misalnya melalui relokasi pusat-pusat kekuasaan.
Keberhasilan atau kegagalan reformasi administrasi negara sangat tergantung pada :
1.      Agen Perubahan (Agent of Change),
2.      Dukungan dan komitmen dari pemimpin politik,
3.      Lingkungan Sosial dan Ekonomi,
4.      Waktu yang tepat.
Selain itu sifat dan ruang lingkup reformasi administrasi negara juga tergantung pada tersedianya sumber daya baik dana maupun tenaga. Ringkasnya, reformasi administrasi negara tidak menambah yang sudah ada, tetapi hanya merealokasikan sumbr daya yang sudah ada.
Dari uraian diatas maka dapat di simpulkan bahwa reformasi administrasi & governance merupakan suatu upaya perbaikan yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus di segala aspek administrasi yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja administrasi untuk mewujudkan good government dan good governance. Reformasi administrasi disinonimkan dengan perubahan (change), memiliki hubungan yang sangat erat dengan inovasi (innovation), agar reformasi administrasi ini dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan perubahan secara sistemik dan bersifat luas, faktor utama dilakukannya reformasi administrasi adalah cepatnya perubahan lingkungan sistem administrasi, dan tujuan dari reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

Selasa, 06 Mei 2014



Nama         : Agus Winasis
NIM           : 2012210004
M. Kuliah : Manajemen Pelayanan Publik
Prodi          : Ilmu Administrasi Negara

Pelayanan publik merupakan salah satu variabel yang menjadi ukuran keberhasilan otonomi daerah  dimana tujuan otonomi daerah sendiri untuk mensejahterakan masyarakat, mempercepat pembangunan daerah,dll. Sedagkan sejahtera atau tidaknya masyarakat dapat dilihat dari sektor pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintahan kepada masyarakat, dimana pelayanan publik yang efektif, efisien dan memuaskan yang diinginkan oleh masyarakat. Dalam otonomi daerah terdapat variasi pelayanan publik yang merupakan cerminan kemandirian masyarakat di daerah yang bersangkutan, dalam upaya mendapatkan jasa pelayanan yang memuaskan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Adapun penerapan model efisiensi struktural selama ini telah membawa dampak tertentu, yakni berbagai pelayanan di sektor publik menjadi tidak berkualitas. Ada kecenderungan pemerintah pusat enggan menyerahkan kewenangan lebih besar kepada daerah otonom, sehingga pelayanan publik tidak efektif, tidak efisien dan tidak ekonomis. Lebih dari itu, pelayanan publik cenderung tidak memiliki responsibilitas, responsifitas, dan tidak representatif. Banyak contoh yang ditemukan bahwa pelayanan pendidikan, kesehatan, transportasi, fasilitas sosial, dan berbagai pelayanan jasa yang dikelola pemerintah tidak memuaskan masyarakat, bahkan kalah bersaing dengan pelayanan pihak swasta. Gejala ini telah dikemukakan Norman Flyn (1990: 38) bahwa pelayanan publik yang dikelola pemerintah secara hierarkis cenderung bercirikan over bureaucratic, bloated, wasteful, dan under performing.
Dengan otonomi daerah diharapkan terjadi pergeseran peran Pemda menuju model demokrasi, hal ini tentu menuntut peningkatan kualitas pelayanan publik. Keterlibatan masyarakat lokal atas prakarsa sendiri menjadi sangat strategis dan menentukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang mereka terima. Yang perlu dipahami adalah kualitas pelayanan yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi masyarakat, dapat dijalankan, mengingat masyarakat Indonesia bersifat majemuk, baik secara vertikal maupun horisontal: apakah berdasarkan agama, ras, bahasa, geografis, dan kultural. Sebagaimana dikemukakan Hoessein (2001 : 5) Mengingat kondisi masyarakat lokal beraneka ragam, maka local government dan local autonomy akan beraneka ragam pula. Mencermati pemikiran tersebut, tujuan desentralisasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam kerangka model demokrasi ini harus benar-benar menjunjung nilai-nilai demokrasi dan kemandirian yang berakar dari masyarakat setempat. Melalui wakil-wakilnya, masyarakat dapat menentukan kriteria kualitas pelayanan yang diharapkan di berbagai bidang: pendidikan, kesehatan, transportasi, ekonomi, sosial budaya, dan lain-lain. Luasnya cakupan pelayanan publik dalam bidang pemerintahan, sebagaimana dikemukakan di atas, memungkinkan adanya variasi cakupan pelayanan. Lebih-lebih bila dikaitkan dengan pendapat sebelumnya bahwa setiap daerah memiliki kemandirian dalam menentukan pelayanan yang diinginkan. Dengan demikian, perlu dikaji variasi cakupan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah, sehingga dalam jangka panjang dapat dijalankan model pelayanan publik yang ideal, sesuai dengan karakteristik berbagai daerah dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.

Sabtu, 11 Januari 2014

Tugas Abstrak



ABSTRAK


Winasis, Agus. 2012210004. Pengembangan Model Kepemimpinan yang Efektif Terhadap Pelayanan Publik di Era Otonomi Daerah. Program Studi lmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. UNITRI Malang.                                         

Dengan adanya otonomi daerah yang telah dijalankan di indonesia maka  dibutuhkan pemimpin yang dapat mengoptimalkan pelayanan publik di daerah dalam berbagai sektor. Dalam penelitian ini penelti ingin meninjau lebih jauh mengenai model kepemimpinan yang efektif yaitu sosok pemimpin yang dibutuhkan atau  diinginkan oleh masyarakat guna untuk meningkatkan pelayanan publik dimana kesejahteraan rakyat dapat terpenuhi. Sehingga tujuan dari otonomi daerah dapat terwujud. Maka oleh sebab itu dibutuhkan peran dari pemempin yang bertanggung jawab dan berkompeten dalam bidangnya. Sebagaimana dipahami bahwa di dalam organisasi pemerintahan, peran pemimpin sangat sentral artinya dinamika bergeraknya organisasi pemerintahan sangat dipengaruhi oleh perilaku pemimpinnya, oleh karena itu baik buruknya penyelenggaraan pemerintahan sangat ditentukan oleh pemimpinnya.
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah pengembangan model kepemimpinan yang efektif dalam pelayanan publik di era otonomi daerah, dengan menggunakan  teori kepemimpinan, pelayanan publik dan otonomi daerah. Pemimpin yang punya rasa tanggung jawab diharapkan mampu menjalankan kebijakan baru yang disebut otonomi daerah, dimana pemimpin itu dapat meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat dapat terpenuhi. Sehingga tujuan dari otonomi daerah dapat terwujud.
            Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, dimana penelitian kulitatif adalah metode yang dapat menemukan makna dalam suatu objek maslaah yang sedang diteliti. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam dan mengandung makna. Artinya makna tersebut adalah data yang sebenarnya, data yang bersifat pasti dan memiliki nilai di balik data yang tampak.
            Hasil dari penelitian ini adalah........................................(belum melakukan penelitian). Jenis kekuasaan apapun yang dipilih oleh pemimpin pemerintahan, yang jelas setiap pemimpin pemerintahan, dituntut untuk berpikir dan berbuat lebih dari orang-orang yang dipimpin. Hal itu bukan karena pemimpin memiliki jabatan, posisi, kekuasaan, tetapi karena keterpanggilan nurani, sebagai bagian yang menyatu dengan komunitas yang dipimpin. Setiap pemimpin pemerintahan harus menyadari, bahwa totalitas tugas dan tanggung jawabnya merupakan bagian dari usaha untuk menjaga konsitensitas dan kontinyuitas dalam hal: a). semangat kerja; b). semangat mengabdi; c). semangat berkarya; d). semangat berkreasi; e). semangat melayani; f). semangat untuk terus melakukan perubahan.

Kata Kunci : Kepemimpinan, Peleyanan Publik, Otonomi Daerah.


sugengrusmiwari.blogspot.com