Nama
: Agus Winasis
NIM
: 2012210004
M.
Kuliah : Manajemen Pelayanan Publik
Prodi
: Ilmu Administrasi Negara
Pelayanan publik merupakan salah satu variabel yang menjadi ukuran
keberhasilan otonomi daerah dimana tujuan otonomi daerah sendiri untuk mensejahterakan
masyarakat, mempercepat pembangunan daerah,dll. Sedagkan sejahtera atau
tidaknya masyarakat dapat dilihat dari sektor pelayanan publik yang diberikan
oleh instansi pemerintahan kepada masyarakat, dimana pelayanan publik yang
efektif, efisien dan memuaskan yang diinginkan oleh masyarakat. Dalam otonomi
daerah terdapat variasi pelayanan publik yang merupakan cerminan kemandirian
masyarakat di daerah yang bersangkutan, dalam upaya mendapatkan jasa pelayanan
yang memuaskan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Adapun penerapan model
efisiensi struktural selama ini telah membawa dampak tertentu, yakni berbagai
pelayanan di sektor publik menjadi tidak berkualitas. Ada kecenderungan
pemerintah pusat enggan menyerahkan kewenangan lebih besar kepada daerah
otonom, sehingga pelayanan publik tidak efektif, tidak efisien dan tidak
ekonomis. Lebih dari itu, pelayanan publik cenderung tidak memiliki
responsibilitas, responsifitas, dan tidak representatif. Banyak contoh yang
ditemukan bahwa pelayanan pendidikan, kesehatan, transportasi, fasilitas
sosial, dan berbagai pelayanan jasa yang dikelola pemerintah tidak memuaskan
masyarakat, bahkan kalah bersaing dengan pelayanan pihak swasta. Gejala ini
telah dikemukakan Norman Flyn (1990: 38) bahwa pelayanan publik yang dikelola
pemerintah secara hierarkis cenderung bercirikan over bureaucratic, bloated,
wasteful, dan under performing.
Dengan otonomi daerah diharapkan terjadi pergeseran
peran Pemda menuju model demokrasi, hal ini tentu menuntut peningkatan kualitas
pelayanan publik. Keterlibatan masyarakat lokal atas prakarsa sendiri menjadi sangat
strategis dan menentukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang mereka terima.
Yang perlu dipahami adalah kualitas pelayanan yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi
masyarakat, dapat dijalankan, mengingat masyarakat Indonesia bersifat majemuk, baik
secara vertikal maupun horisontal: apakah berdasarkan agama, ras, bahasa, geografis,
dan kultural. Sebagaimana dikemukakan Hoessein (2001 : 5) Mengingat kondisi
masyarakat lokal beraneka ragam, maka local government dan local
autonomy akan beraneka ragam pula. Mencermati pemikiran tersebut, tujuan
desentralisasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam kerangka
model demokrasi ini harus benar-benar menjunjung nilai-nilai demokrasi dan
kemandirian yang berakar dari masyarakat setempat. Melalui wakil-wakilnya,
masyarakat dapat menentukan kriteria kualitas pelayanan yang diharapkan di
berbagai bidang: pendidikan, kesehatan, transportasi, ekonomi, sosial budaya,
dan lain-lain. Luasnya cakupan pelayanan publik dalam bidang pemerintahan,
sebagaimana dikemukakan di atas, memungkinkan adanya variasi cakupan pelayanan.
Lebih-lebih bila dikaitkan dengan pendapat sebelumnya bahwa setiap daerah memiliki
kemandirian dalam menentukan pelayanan yang diinginkan. Dengan demikian, perlu
dikaji variasi cakupan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah, sehingga
dalam jangka panjang dapat dijalankan model pelayanan publik yang ideal, sesuai
dengan karakteristik berbagai daerah dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia.