Salah satu teori yang mengintegrasikan
agen-struktur adalah teori strukturasi yang berusaha mencari ”jalan tengah” mengenai dualisme yang menggejala dalam ilmu-ilmu sosial. Ada dua
pendekatan yang kontras bertentangan, dalam memandang realitas sosial. Pertama,
pendekatan yang terlalu menekankan pada dominasi struktur dan kekuatan sosial
(seperti, fungsionalisme struktural, yang cenderung ke obyektivisme). Kedua,
pendekatan yang terlalu menekankan pada individu (seperti, interaksionisme
simbolik, yang cenderung ke subyektivisme). Giddens berpandangan dualisme yang
terjadi antara agen-struktur terjadi karna struktural-fungsional, yang
menurutnya terjebak pada pandangan naturalistik. Pandangan naturalistik
mereduksi aktor dalam stuktur, kemudian sejarah dipandang secara mekanis, dan
bukan suatu produk kontingensi dari aktivitas agen. sedangkan
konstruksionisme-fenomenologis, yang baginya disebut sebagai berakhir pada
imperialisme subjek. Oleh karenanya ia ingin mengakiri klaim-klaim keduanya
dengan cara mempertemukan kedua aliran tersebut.
Teori strukturasi
mengawinkan dua pendekatan yang berseberangan itu dengan melihat hubungan
dualitas antara agen dan struktur dan sentralitas ruang dan waktu. Dimulai
dualitas (hubungan timbal-balik) yang terjadi antara agen dan struktur di dalam
“praktik sosial (social practicesI) yang berulang dan terpola dalam
ruang dan waktu” praktik social social yang berulang-ulang (repetisi) dari
agen-agen individu yang mereproduksi struktur tersebut. Misalnya kebiasaan
menyebut pengajar di perguruan tinggi dengan sebutan dosen. Pelaku (agen) dalam
strukturasi adalah “orang-orang yang konkret dalam arus kontinu tindakan dan
peristiwa di dunia” sedangkan struktur didefinisikan “aturan (rules) dan
sumber daya (source) yang terbentuk dari dan membentuk perulanan praktik
sosial.” Sehingga alur dualitas agen-struktur tersebut terletak pada “struktur
sosial merupakan hasil (Outcome) dan sekaligus. Dualitas itu terdapat
dalam fakta struktur bagai panduan dalam menjalankan praktik-praktik sosial di
berbagai tempat dan waktu sebagai hasil tindakan kita.
Sifat struktur adalah
mengatasi waktu dan ruang (timeless and spaceless) serta maya (virtual),
sehingga bisa diterapkan pada berbagai situasi dan kondisi. Kedua, giddens
melihat sentralitas waktu dan ruang, sebagai poros yang menggerakkan teori
strukturasi dimana sentralitas waktu dan ruang menjadi kritik atas statik
melawan dinamik maupun stabilitas melawan perubahan, waktu dan ruang merupakan
unsur konstitutif tindakan dan pengorganisasian masyarakat. Hubungan waktu dan
ruang bersifat kodrati dan menyangkut makna serta hakikat tindakan itu sendiri.
Jadi tindakan yang disengaja
(dengan tujuan tertentu sering mengakibatkan akibat yang tak diharapkan).
Dualitas Struktur dan sentralitas waktu dan ruang menjadi poros terbentuknya
teori strukturasi dan berperan dalam menafsirkan kembali fenomena-fenomena
modern, seperti negara-negara, globalisasi, ideologi, dan identitas. Teori
strukturasi menunjukkan bahwa agen manusia secara kontinyu mereproduksi
struktur sosial – artinya individu dapat melakukan perubahan atas struktur
sosial. Giddens berpandangan perubahan itu dapat terjadi bila agen dapat
mengetahui gugus mana dari struktur yang bisa ia masuki dan dirubah, gugus
tersebut antara lain gugus signifikansi, dominasi, dan legitimasi.
Dualitas antara struktur dan pelaku berlangsung sebagai berikut kita ambil
pengertian struktur sebagai sarana prraktik sosial. Dalam perusahaan, tindakan
tidak membuka komputer milik kayawan lain, menjaga kebersihan diri dan tempat
kerja mengandaikan struktur penandaan tertentu, misalnya norma yang terdapat
pada sebuah perusahaan tersebut yang menjadi praktik tindakan saling menghormati
antar karyawan tersebut. Demikian pula penguasaan dan penggunaan aset finansial
(ekonomi) atau pengontrolan majikan atas para buruh (politik) mengandaikan
skemata dominasi. Pola yang sama juga berlaku ketika manajer memberi hukuman
bagi karyawan yang melakukan kesalahan, pemberian sanksi ini merupakan struktur
legitimasi. Tetapi struktur tidak seta merta menjai
struktur tanpa didahului perulangan praktik sosial, misalnya dalam sebuah
perusahaan, pembakuan peraturan perusahaan sebagai struktur signifikansi hanya
terbentuk melalui perulangan berbagai informasi mengenai wacana peraturan
perusahaan tersebut.
Peraturan perusahaan sebagai struktur dominasi
semakin baku hanya terbentuk karena perulangan berbagai praktik penguasaan yang
terjadi dalam wadah-wadah tunggal tetentu misalnya adanya divisi kepatuhan yang
bertugas mengecek penerapan peraturan perusahaan. Dan struktur legitimasi
peraturan perusahaan menjadi semkin kokoh, misalnya melalui keterulangan
penerapan sanksi terhadap para karyawan yang sering terlambat masuk kantor. Namun sebagaimana nampak dalam skema diatas, dualitas antara struktur dan
tindakan selalu melibatkan sarana-antara. Dalam contoh diatas, peraturan
perusahaan mengandaikan ’bingkai-interpretasi’ mengenai peraturan perusahaan, yaitu
peraturan perusahaan merupakan tata aturan dari perusahaan yang harus dipatuhi
oleh seluruh karyawan. Dalam dualitas antara struktur dominasi dan praktik
penguasaan, yaitu divisi kepatuhan memiliki fasilitas untuk memanggil karyawan
yang diduga melakukan pelanggaran terhadap peraturan perusahaan. Mengenai
dualitas legitimasi dan sanksi, peraturan perusahaan bisa menjadi dasar untuk
menegur atau memecat karyawan yang telah menyalahi peraturan tersebut.
Reproduksi sosial berlangsung melalui dualitas dan praktik sosial seperti itu
. Menurut Giddens lalu memberikan definisi mengenai struktur yaitu sebagai berikut :
Menurut Giddens Struktur, merupakan komponen teori strukturasi, struktur didefinisikan
sebagai “property-properti yang berstruktur [aturan dan sumber daya]… property
yang memungkinkan praktik social berupa yang dapat dijelaskan untuk eksis di
sepanjang ruang dan waktu yang membuatnya menjadi bentuk sistemik”. Struktur
dapat terwujud jika terdapat aturan dan sumber daya. Sehingga konsep strukturasi
menyatakan bahwa “struktur hanya ada di dalam dan melalui aktivitas agen
manusia” Jadi Giddens mengemukakan definisi struktur yang berbeda dari durkeim
dimana struktur sebagai suatu yang berada di luar actor dan mementukan arah
actor secara mutlak. Giddens tidak sepakat bahwa struktur berada “diluar” dan
“eksternal” terhadap aktivitas individu. Seperti yang diungkapkan “menurut
saya, struktur adalah apa yang membentuk dan menentukan terhadap kehidupan
sosial, tetapi bukan struktur itu sendiri yang membentuk dan menentukan
kehidupan sosial itu.
Sehingga dalam permasalahan ini menganggap
adanya dwi rangkap struktur yang menunjukkan bahwa agen manusia secara kontinyu
mereproduksi struktur sosial – artinya individu dapat melakukan perubahan atas
struktur sosial. Struktur seperti
ekspektasi hubungan, kelompok peran dan norma-norma, jaringan komunikasi dan
institusi sosial baik pengaruh dan mempengaruhi oleh aksi masyarakat.
Struktur-struktur di sini memfasilitasi secara individu dengan aturan-aturan
yang memandu aksi mereka, tetapi aksi mereka menciptakan aturan-aturan baru dan
mereproduksi yang lama. Interaksi dan struktur dekat dengan kata lain kita
melakukan untuk melengkapi intensi kita tetapi pada waktu yang sama, aksi kita
memiliki unintended consequences (konsekuensi tidak terintensi) membangun
struktur yang mempengaruhi aksi ke depan kita. Sejatinya yang
menjelaskan bagaimana struktur bisa terbentuk melalui perulangan praktik sosial
adalah kesadaran. Giddens membagi tiga dimensi kesadaran, yaitu motivasi tak
sadar(unconsciousness motives), kesadaran praktis (practical
consciousness), dan kesadaran diskursif(dircusive consciousness).
‘Motivasi tak sadar’ menyangkut keinginan atau
kebutuhan yang berpotensi mengarahkan tindakan, tetapi bukan tindakan itu
sendiri, misalnya jarang ‘tindakan’ kita kuliah digerakkan untuk mendapatkan
gelar kesarjanaan, kecuali pergi ke kampus pada hari wisuda. Lain dengan
motivasi tak sadar, ‘kesadaran diskursif’ mengacu pada kapasitas kita
merefleksikan dan memberikan penjelasan rinci serta eksplisit atas tidakan
kita, misalnya mengapa karyawan mencoba datang tidak terlambat di kantor karena
karyawan menghindari teguran atasan. ‘kesadaran praktis’ menunjuk pada gugus
pengetahuan praktis yang tidak selalu bisa diurai. Misalnya mahasiswa ketika
akan mengikuti kuliah wajib bersepatu tanpa dipertanyakan lagi, dengannya kita
melaksanakan kehidupan sehari-hari tanpa harus terus-menerus menanyakan apa
yang harus dilakukan. rutinitas hidup personal maupun social terbentuk melalui
kinerja gugus kesadaran praktis. Kesadaran praktis ini merupakan kunci memahami
proses tindakan dan praktik sosial kita lambat-laun menjadi struktur dan
bagaimana struktur itu mengekang serta memampukan tindakan praktik sosial kita.
Reproduksi struktur
sosial berlangsung lewat keterulangan praktik sosial yang jarang kita
pertanyakan lagi, rutinitas kuliah menggunakan baju berkerah dan bersepatu
serta tepat waktu, pada gilirannya membentuk skemata menghargai kampus sebagai
tempat intelektual, proses strukturasi ini terjadi pada tingkat kesadaran
praktis dan pada tingkat ini pula struktur dibangun dan dilanggengkan dalam
rutinisasi dan direproduksi. Ini bisa berlangsung karena pada tindakan sosial
yang berulang-ulang berakar suatu rasa aman ontologis.Namun bukan berarti
reproduksi struktur sosial yang ada tanpa adanya perubahan, perubahan menjadi
hal yang selalu mengikuti reproduksi sosial betapapun kecilnya perubahannya.
Munculnya gagasan intropeksi dan mawas diri (reflexive monitoring of conduct)
dari Giddens menyatakan pelaku dapat memonitor tindakannya dimana terbentuk
daya refleksifitas dalam diri pelaku untuk mencari
makna/nilai dari tindakannya tersebut kemudian agen mengambil jarak dari
struktur akhirnya meluas hingga berlangsung ’de-rutinisasi’. Derutinisasi
adalah gejala dimana schemata yang selama ini menjadi aturan dan sumberdaya
tindakan serta praktik social dianggap tidak lagi dapat untuk dipakai sebagai
prinsip pemakanaan dan pengorganisasian praktik social sehingga terjadi
tindakan yang menyimpang dari rutinitas.tAkhirnya
muncul keusangan struktur dikarenakan semakin banyaknya agen yang mengadopsi
kesadran diskursif dan mengambil jarak dengan struktur, maka dibutuhkan
perubahan struktur agar lebih sesuai dengan praktik sosial yang terus
berkembang secara baru.
Referensi
Herry. B-Priyono. 2003,
Anthony Giddens Suatu Pengantar, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar